Setelah kejadian spotting beberapa hari yang lalu, aku divonis dsog (singkatan dari : dokter spesialis Obstetri dan Genetika..gw jg baru ngeh ama istilah ini,hehehe) untuk bedrest selama 3 hari di rumah.
Dasar emang culun dan bandel plus aku nggak gitu ngeh banget sama betapa seriusnya diagnosa dokter kemaren (padahal sumprit aku udah nanya-nanya banyak banget) bedrestnya juga asal-asalan..masih beberapa kali turun-naik tangga ke bawah (kamarku diatas) dan lebih sering leyeh-leyeh di sofa daripada baringan di tempat tidur.
Walhasil pada hari ke-3 yang seharusnya merupakan hari terakhir aku 'dihukum', aku malah bleeding. it was bloody red and there's a little clot in it. panik.panik.panik.
seketika keringet dingin mengucur dan perasaan pertama yang muncul adalah nyesel banget..nyesel banget udah nyia-nyiain 'warning' dari Allah bahwa aku mesti lebih hati-hati menjaga si bebe.
Nyokap dengan sigap langsung mutusin untuk ngebawa aku ke rumah sakit. Gak pake nunggu-nunggu lagi. Di jalan gak putus aku berdzikir,berdoa supaya belum terlambat...
Aku nggak bisa mikir. di kepalaku cuma terngiang bunyi duk..duk..duk..dari alat doppler yang barusan mendeteksi jantung si bebe..'bertahan ya,nak'.
Dokter Muki,Dsog-ku, menghampiri aku dengan tergesa, 'aduh kok bisa jadi gini..ngapain aja kamu dirumah??' aku mencoba tersenyum dan 'ngeles' bahwa aku patuh pada perintahnya untuk bedrest,tapi mulut rasanya kaku banget.
"kita mesti periksa dalem nih,rileks ya..".aku cuma bisa ngangguk pelan.
Dokter yang biasanya selalu berkomentar jail dan suka siul-siul saban kali aku check-up itu, kini memberiku raut wajah yang begitu khawatir.
"waduhhh,kritis nih,rahim kamu semakin mendatar,udah tipis banget.Good news-nya jantung bayinya masih kuat,jadi kita coba pertahankan yah..tapi kamu mesti opname.Bedrest total"
Lagi-lagi aku cuma bisa mengangguk.Semakin pelan.
Ingin rasanya aku membombardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan,tapi mulut terkunci.Nyokap yang sedari tadi mendampingiku,seolah membaca pikiranku dan akhirnya dialah yang meluapkan sejuta pertanyaan atas diagnosa dokter barusan.
Dari sekian banyak percakapan mereka aku cuma sanggup menangkap kalimat 'Tenang aja,bayinya masih kuat,kok'
selebihnya blank.
suntikan di paha bagian atas (penguat,aku lupa tanyak nama obatnya..sakit makk)
aku dibawa ke kamar (untung kebagian kamar,jadi bisa segera masuk) dan langsung disuruh makan supaya bisa cepet minum obatnya.
akhirnya setelah suster keluar dari kamar, aku baru punya kekuatan buat ngomong sama ibuku yang terlihat agak pucat :
"this is the first time i ever get hospitalised..untung kamarnya gak spooky"
" iya first time,bikin panik aja...udah sini aku suapin,biar kamu bisa cepet minum obat"
(kalo nyokap udah mulai ngedumel berarti dia udah mulai 'back to normal' hehhehe)
Rully dan Bokap cuma diem aja di sofa, mungkin sama kayak aku mereka juga masih mencoba mencerna apa yang terjadi.
Semalaman aku bersyukur karena masih dikasih kesempatan kedua untuk bersama si bebe.
Aku melirik ke arah sofa yang berseberangan dengan tempat tidurku, Rully sudah tertidur dengan lelapnya. Hatiku jadi sedikit hangat, at least pada momen itu,kami masih berkumpul bertiga,keluarga kecil kami..aku,rully dan bebe bunci di minggu ke-19nya dalam perutku...
Alhamdulillah.
0 comments:
Post a Comment